Selasa, 03 Maret 2015

TEORI BELAJAR kOGNITIF


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Sebelum teori kognitif ini muncul ada beberapa teori belajar yang mendahuluinya, yaitu salah satunya teori belajar behaviorisme dengan tokohnya E.L. Thorndike, Ivan Pavlov, B.F. Skinner, J.B. Watson, Clark Hull dan Edwin Guthrie. Teori behaviorisme memandang belajar sebagai suatu perubahan perilaku yang dapat dilihat oleh mata dan di pengaruhi oleh adanya stimulus dan respons (S-R). Namun, ahli teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di kelas seorang guru perlu memperhatikan kondisi siswa yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi dan lain-lain. Udin S. Winataputra, dkk. (2008: 3.0)
 Kemudian, seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori Behaviorisme mempunyai beberapa kelemahan, karena behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti  kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan. Oleh sebab itulah para ahli psikologi pendidikan mencoba memecahkan masalah itu dengan teori baru yaitu teori kognitif.
Bagaimanakah menerapkan teori belajar kognitif dalam pembelajaran? Bila diamati, sistem pembelajaran yang berlaku saat ini banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip belajar yang diturunkan dari teori kognitif. Prinsip-prinsip belajar tersebut adalah model “belajar penemuan” dari Bruner, “belajar bermakna” dari Ausubel, teori “perkembangan berpikir” dari Piaget, dan penerimaan informasi dari Gagne. Teori-teori ini beroriantasi pada bagaimana membuat belajar menjadi bermakna.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Teori kognitif dalam pembelajaran”. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses belajar yang terjadi dalam akal pikiran manusia atau gagasan manusia bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan. Jadi belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks dan mementingkan proses belajar.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.      Apa pengertian belajar menurut teori kognitif?
2.      Apa prinsip dasar dan tujuan teori belajar kognitif?
3.      Jelaskan teori belajar kognitif menurut pakar kognitif?
4.      Bagaimanakah implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian belajar menurut teori kognitif;
2.      Mengetahui prinsip dasar dan tujuan teori belajar kognitif;
3.      Mengetahui teori belajar kognitif menurut pakar kognitif;
4.      Mengetahui implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Kognitif
Menurut penganut paham behaviorisme, belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang dapat dilihat oleh mata dan dipengaruhi oleh adanya stimulu dan respons. Teori behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar (outcome), yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat, dan tidak begitu memperhatikan apa yang terjadi di dalam otak manusia karena hal tersebut tidak dapat dilihat. Seorang dianggap telah belajar sesuatu apa ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku (Winataputra, 2008 hal.2.6). Di lain pihak, ahli teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Udin S. Winataputra, dkk. (2008 : 3.0).
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Budiningsi (2012, hal. 34) bahwa teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar. Belajar merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.
2.2  Prinsip Dasar dan tujuan Teori Belajar Kognitif
Teori konitif ini dikembangkan terutama untuk membantu guru memahami muridnya. Dan juga dapat membantu guru memahami dirinya sendiri dengan baik. Menurut teori kognitif, belajar diartikan sebagai proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif dan mengubah hal-hal yang lama. Agar belajar menjadi efektif, guru harus memperhatikan dirinya sendiri dan orang lain. Jadi, psikologis kognitif di kembangkan dengan maksud membantu memahami muridnya dengan baik. Psikologi kognitif mengembangkan sistem psikologis yang bermanfaat untuk berhubungan dengan anak-anak dan pemuda pada saat belajar.
Teori belajar kognitif dibentuk dengan tujuan mengkonstruksi prinsip-prinsip belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa prosedur-prosedur yang dapat diterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan hasil yang produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungan psikologisnya merupakan faktor-faktor yang kait-mengait. Teori ini dikembangkan berdasarkan tujuan yang melatarbelakangi  perilaku, cita-cita, cara-cara dan bagaimana seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam usaha untuk mencapai tujuan dirinya. Setiap pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungan.
2.3  Teori belajar kognitif menurut Pakar Kognitif
2.3.1        Teori belajar kognitif menurut Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Atas dasar pemikiran  ini maka Piaget disebut-sebut cenderung menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil belajar berasal dari dalam individu.
Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (dalam Budiningsi 2012, hal.36).
Menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat tergantung kepada pencapaian tahapan sebelumnya. Piaget juga terlibat dalam pengembangan konsep skema, yaitu  skema tentang bagaimana seseorang memperoleh cara baru dalam mempersepsi lingkungannya dalam tahap-tahap perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi secara mental.
Menurut piaget (Wiliam Crain, 2007, 170-171) secara umum perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap atau periode, yaitu :
a.       periode I
kepandaian Sensori-Motorik (dari lahir - 2 tahun). Bayi mengorganisasikan skema tindakan fisik mereka seperti mengisap, menggenggam dan memukul untuk menghadapi dunia yang muncul di hadapannya.
b.      Periode II
Pikiran pra-operasional ( 2 – 7 tahun). Anak-anak belajar berpikir menggunakan simbol-simbol dan pencitraan batiniah. Namun, pikiran mereka masih tidak sistematis dan tidak logis. Pikiran di titik ini sangat berbeda dengan pikiran orang dewasa.

c.       Periode III
Operasi-operasi berpikir konkret (7 - 11 tahun). Anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir sistematis, namun hanya ketika mereka dapat mengacu kepada objek-objek dan aktivitas-aktivitas konkret.
d.      Periode IV
Operasi-operasi berpikir formal (11-dewasa). Orang muda megembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis menurut rancangan yang murni abstrak dan hipotesis.
2.3.2        Teori belajar kognitif menurut Jerome S. Bruner
Jerome S. Bruner adalah imigrasi dari Polandia yang dibesarkan di New York. Bukunya tentang pendidikan yang terlihat mendukung prinsip kognitivisme antara lain adalah the process of education (1960), dan the culture of education (1996). Dalam bukunya yang pertama sekali pengaruh Jean Peaget dan Lev Vygotsky.
Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif saat belajar di kelas. Konsepnya adalah belajar menemukan ( discovery learnig), siswa mengorganisir bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal (personal discovery), oleh setiap individu murid. Inilah tema pokok teori Bruner.
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner (1966). Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Gagne/Berliner, 319-320 dalam Winataputra 2008, hal. 3.18.
Bruner yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar di mana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antar konsep. Menurut Bruner, belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Dalam Winataputra (2008, hal.3.18)
Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karenanya, yang terpenting dalam belajar adalah cara-cara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasikan yang diterimanya secara aktif. Sehubungan dengan itu, Bruner sangat memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir pada siswa.
Menurut Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan yang diterimanya, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dalam winataputra (2008, hal. 3.13)
Kemudian dalam bukunya Budiningsih (2012, hal. 40-41), Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut.
a.       Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b.      Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c.       Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan diri sendiri.
d.      Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e.       Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi anatara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f.       Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku sesorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learnig. ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika Piaget mengatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitifnya.
Menurut Bruner dalam (Budiningsi 2012, hal 41) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolik.
1)      Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya akan menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya : gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
2)      Tahap ekonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3)      Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.
2.3.3        Teori belajar kognitif menurut Robert M. Gagne
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemprosesan informasi (Information Processing Theory) yang dikemukakan Gagne. dalam (Eveline Siregar dan Hartati Nara: 2014, hal.32-33). Menurut  teori ini, belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Menurut Gagne dalam Winataputra (2008, hal.3.43) mengatakan bahwa belajar bukan merupakan proses yang tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, yang merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Ia mendefinisikan belajar sebagai seperangkat proses kognitif yang dapat mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi untuk memperoleh kapasitas yang baru.
 Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Receptor (alat-alat indra) menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberi simbol-simbol informasi yang diterimanya dan kemudian diteruskankan kepada.
b.      Sensory register (menampung kesan-kesan sensoris) yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi, sehingga terbentuk suatu kebukatan perseptual (persepsi selektif). Informasi-informasi yang masuk, sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem.
c.       Short-term memory (memori jangka pendek) menampung hasil pengolahan perseptual dan menyimpannya. Informasi tertentu  disimpan lebih lama dan diolah untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal dengan memori kerja (working memory), kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpanannya pendek.  Informasi dalam memori itu dapat diinformasikan dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
d.      Long-term memory (memori jangka panjang), menampung hasil  pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi disimpan dalam jangka panjang  dan bertahan lama, siap untuk dipakai bila diperlukan. Saat tranformasi informasi-informasi baru terintegrasi dengan informasi-informasi yang tersimpan. Pengeluaran kembali  atas informasi-informasi yang tersimpan  dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Ada dua cara pemanggilan: (1) informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek dan kemudian ke response generator; (2) informasi mengalir  langsung dari memori jangka panjang ke respon ke generator selama pemanggilan (respons otomatis).
e.       Response generator (pencipta respons), menampung informasi  dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
Menurut psikologi kognitif, reinforcement sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Menurut psikologis behavioristik, reinforcement berfungsi sebagai penguat respons atau tingkah laku, sementara menurut psikologi kognitif berfungsi sebagai balikan (feedback), mengurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada pemahaman.

2.3.4        Teori Belajar Kognitif Ausubel
Teori belajar kognitif Ausubel dikenal juga sebagai teori belajar bermakna. Pembelajaran bermakna yaitu suatu proses mengkaitkan informasi baru konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan belajar bermakna, informasi (pengetahuan) yang diperoleh mempunyai daya tahan yang lebih lama. Pembelajaran di sekolah menjadi lebih efektif dan efisien.
Banyak pembelajaran di beberapa tempat dengan menekankan pada belajar asosiatif. Pelaku pendidikan, guru maupun siswa, lebih menekankan pada hafalan materi.Untuk beberapa pelajaran, hal ini memang cocok, tetapi ada yang lebih bermakna dari ini .Karena belajar seharusnya merupakan asimilasi bagi siswa. Dalam hal ini siswa melebur dan bersatu dengan lingkungan belajarnya. Materi belajarnyapun diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif, yaitu struktur yang terorganisasi yang  terdapat dalam ingatan seseorang yang mengintregasikan unsur-unsur pengetahuan kedalam suatu unit konseptual.
Menurut Ausubel, sebagaimana yang dikutip oleh Harun, apa yang telah diketahui oleh siswa merupakan faktor yang paling penting yang bisa mempengaruhi belajar. Selanjutnya ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip itu adalah :
1.      Advance organizers (pengatur awal)
Organizer tersebut diperkenalkan pada pendahuluan dari suatu pembelajaran dan juga disajikan dengan abstraksi tingkat tinggi, secara umum dan paling inklusif (inclusiveness). Ausubel menekankan bahwa advance organizers adalah berbeda dengan overviews (ikhtisar)  dan summary (kesimpulan) yang secara sederhana menekankan pada ide-ide kunci dan disajikan secara umum pada bagian akhir dari suatu materi pembelajaran yang disampaikan. Organizers ini bekerja sebagai suatu jembatan atau semacam suatu pertolongan mental pengsubsumsian  anatara materi pembelajaran yang baru dengan ide-ide yang sudah ada. Dengan kata lain, pengatur awal ini mengatur mengarahkan siswa kemateri yang akan mereka pelajari  dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan yang baru.
2.      Diferensiasi progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi.  Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Jadi, model belajar yang diusulkan Ausubel adalah dari hal umum ke hal khusus. Oleh karena itu, dalam memberikan proses pembelajaran kepada siswa kita harus pandai-pandai memilih mana konsep yang bersifat umum dan superordinat dan mana konsep yang bersifat lebih khusus dan subordinat.
3.      Rekonsiliasi intregratif
Menurut Ausubel, dalam pembelajaran bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif saja yang diperhatikan, melainkan juga harus diperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatanya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.

Kelebihan dari belajar bermakna
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu :
1.      Informasi yang dipelajari secara bermakna akan lebih lama diingat;
2.      Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsume-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip;
3.      Informasi yang dilupakan setelah subsumsiobliteratif, meninggalkan efek residual pada subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi peristiwa “lupa”.
2.4  Implementasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Implementasi teori kognitif sudah banyak dilakukan. Implementasinya yaitu bahwa keaktifan alam belajar sangat penting. Dalam pendidikan, teori ini sangat mengedepankan keaktifan peserta didik. Disamping keaktifan, diharapkan pembelajarannyapun bisa optimal sehingga proses asimilasi dan akomodasi antara pengetahuan dan pengalaman akan terjadi dengan baik.
Teori belajar kognitif menerangkan tentang bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan dan mengolahnya dalam proses berfikir sehingga proses perkembangan yang terjadi pada diri siswa berkembang menjadi baik. Teori belajar ini memandang bahwa belajar tidaklah sekedar menghubungkan stimulus dan respon yang bersifat mekanistik tetapi melibatkan kegiatan mental yang ada pada diri siswa.
Tujuan pembelajaran serta strateginya biasa dirumuskan bersama-sama dengan melibatkan siswa. Ini dilakukan supaya siswa aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Secara rinci, Asri Budiningsih (2012) mengemukakan prinsip-prinsip kegiatan pembelajarannya sebagai berikut.
1.      Perkembangan kognitif siswa melalui tahap-tahap tertentu, sehingga siswa bukanlah sebagai orang dewasa yang muda dalam berpikirnya;
2.      Anak usia prasekolah dan awal sekolah dasar akan lebih bermakna dalam pembelajaran nyajikan menggunakan benda-benda kongrit;
3.      Mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif supaya proses asimilasi dan akomodasi serta pengalaman dapat berjalan dengan baik;
4.      Mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif siswa agar lebih menarik;
5.      Menggunakan pola tertentu dari sederhana kekompleks agar pemahaman meningkat;
6.      Belajar memahami lebih bermakna daripada belajar menghafal;
7.      Memperhatikan perbedaan individual pada siswa.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah:
1.      Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi;
2.      Kurikulum di rancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik;
3.      Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan mengfanalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari;
4.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dalam menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya;
5.      Guru hanyalah sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa
Adapun langkah-langkah pembelajarannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dan dikutip oleh Asri Budiningsih (2012) adalah sebagai berikut.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget :
1.      Menetukan tujuan pembelajaran;
2.      Memilih materi pembelajarn;
3.      Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari secara aktif;
4.      Menentukan kegiatan belajar yang sesuai dengan topic tersebut;
5.      Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpiki rsiswa;
6.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner :
1.      Menentukan tujuan pembelajaran;
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa;
3.      Memilih materi pelajaran;
4.      Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif;
5.      Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa;
6.      Mengatur topik-topik pelajaran dari sederhana kekompleks;
7.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel :
1.      Menentukan tujuan pembelajaran;
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa;
3.      Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti;
4.      Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa;
5.      Mempelajari konsep-konsep inti tersebut dan mengembangkannya dalam bentuk nyata;
6.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Kelebihan dan kekurangan Teori Belajar Kognitif
1.      Kelebihan
a.     Dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah;
b.    Dapat meningkatkan motivasi;
c.     Membantu peserta didik untuk memahami bahan belajar dengan lebih mudah.
2.      Kekurangan
a.     Keberhasilan pembelajaran didasarkan pada kemampuan peserta didik;
b.    Pendidik dituntut mengikuti keaktifan peserta didiknya;
c.     Fasilitas harus mendukung.
Perbedaan Behavioristik dan Kognitif
Behavioristik
Kognitif
Mementingkan pengaruh lingkungan
Mementingkan apa yang ada dalam diri
Mementingkan bagian-bagian
Mementingkan fungsi kognitif
Hasil belajar terbentuk secara mekanis
Terjadinya keseimbangan dalam diri
Mementingkan pembentukan kebiasaan
Mementingkan terbentuknya struktur kognitif
Memecahkan masalah dengan trial dan error
Didasarkan pada insight


BAB III
KESIMPULAN
Menurut teori belajar konitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah (1) Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya; (2) membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya, dan membantu dirinya sendiri; (2
) mengkonstruksikan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif; (3) teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.
Teori belajar kognitif Piaget dikenal dengan teori perkembangan kognitif. Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan).
Teori belajar kognitif Bruner dikenal dengan belajar menemukan (discovery learning). Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal (personal discovery), oleh setiap individu siswa. Tahapan perkembangan intelektual menurut Bruner, yaitu enaktif, ikonik, simbolik.
Teori belajar kognitif Gagne dikenal dengan proses penerimaan informasi dalam otak manusia. Belajar bukan merupakan proses yang tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, yang merupakan hasil dari efek kumulatif belajar.
Teori belajar kognitif Ausubel dikenal juga sebagai teori belajar bermakna. Pembelajaran bermakna yaitu suatu proses mengkaitkan informasi baru konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan belajar bermakna, informasi (pengetahuan) yang diperoleh mempunyai daya tahan yang lebih lama. Pembelajaran di sekolah menjadi lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. Artikel Penerapan Teori Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan Pertidaksamaan Kuadrat di SMU. S
Budiningsih, C. Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Crain, William. 2007. Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta : pustaka belajar
Harun. Handout FPMIPA UPI
Muslim. 2009. Pada Anak Usia Sekolah 7-12.  UIN Sunan Kalijaga
Roihah, Imalatur. Implikasi Teori Kognitif Jean Piaget  dalam Pembentukan Kepribadian.
Siregar & Nara. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor : Ghalia Indonesia
Sujarwo. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. LPMP UNY
Sund, Robert B. Piaget. for Educator. Ohio : Charles E. Merrill Publishing Company.
Suryono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya
Winataputra, Udin s, dkk. 2008. Teori Belajar. Jakarta : Universitas Terbuka
Sumberbacaan :
.






Baharuddindkk.TeoriBelajardanPembelajaran.  2007. Yogyakarta :Arruz Media.
TriyantoAgus. Teori-teoriBelajar. 2011. Yogyakarta :JurusanPsikologiPendidikandanBimbingan FIP UNY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar