BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebelum
teori kognitif ini muncul ada beberapa teori belajar yang mendahuluinya, yaitu salah
satunya teori belajar behaviorisme dengan tokohnya E.L. Thorndike, Ivan Pavlov,
B.F. Skinner, J.B. Watson, Clark Hull dan Edwin Guthrie. Teori behaviorisme
memandang belajar sebagai suatu perubahan perilaku yang dapat dilihat oleh mata
dan di pengaruhi oleh adanya stimulus dan respons (S-R). Namun, ahli teori
belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan
tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Oleh karena
itu, dalam pembelajaran di kelas seorang guru perlu memperhatikan kondisi siswa
yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi dan lain-lain. Udin S.
Winataputra, dkk. (2008: 3.0)
Kemudian, seiring dengan kemajuan zaman dan
perkembangan ilmu pengetahuan, teori Behaviorisme mempunyai beberapa kelemahan,
karena behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal
setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan
pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya
ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau
berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan
dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya
perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan. Oleh sebab itulah
para ahli psikologi pendidikan mencoba memecahkan masalah itu dengan teori baru
yaitu teori kognitif.
Bagaimanakah
menerapkan teori belajar kognitif dalam pembelajaran? Bila diamati, sistem
pembelajaran yang berlaku saat ini banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip
belajar yang diturunkan dari teori kognitif. Prinsip-prinsip belajar tersebut
adalah model “belajar penemuan” dari Bruner, “belajar bermakna” dari Ausubel,
teori “perkembangan berpikir” dari Piaget, dan penerimaan informasi dari Gagne.
Teori-teori ini beroriantasi pada bagaimana membuat belajar menjadi bermakna.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam makalah ini
penulis akan membahas mengenai “Teori kognitif dalam pembelajaran”. Teori
belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses belajar
yang terjadi dalam akal pikiran manusia atau gagasan manusia bahwa
bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara
keseluruhan. Jadi belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks dan
mementingkan proses belajar.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Apa
pengertian belajar menurut teori kognitif?
2. Apa
prinsip dasar dan tujuan teori belajar kognitif?
3. Jelaskan
teori belajar kognitif menurut pakar kognitif?
4. Bagaimanakah
implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian belajar menurut teori kognitif;
2. Mengetahui
prinsip dasar dan tujuan teori belajar kognitif;
3. Mengetahui
teori belajar kognitif menurut pakar kognitif;
4. Mengetahui
implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Belajar Menurut Pandangan Teori Kognitif
Menurut penganut paham behaviorisme,
belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang dapat dilihat oleh mata dan
dipengaruhi oleh adanya stimulu dan respons. Teori behavioristik sangat
menekankan pada hasil belajar (outcome),
yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat, dan tidak begitu memperhatikan
apa yang terjadi di dalam otak manusia karena hal tersebut tidak dapat dilihat.
Seorang dianggap telah belajar sesuatu apa ia mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku (Winataputra, 2008 hal.2.6). Di lain pihak, ahli teori belajar
kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah
laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh
kondisi mental siswa yang tidak tampak. Udin S. Winataputra, dkk. (2008 : 3.0).
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut
Budiningsi (2012, hal. 34) bahwa teori belajar kognitif berbeda dengan teori
belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak
seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya
sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk
teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar
kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan persepsi dan
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar. Belajar
merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai
tingkah laku yang tampak.
2.2
Prinsip
Dasar dan tujuan Teori Belajar Kognitif
Teori konitif ini dikembangkan terutama
untuk membantu guru memahami muridnya. Dan juga dapat membantu guru memahami
dirinya sendiri dengan baik. Menurut teori kognitif, belajar diartikan sebagai
proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif
dan mengubah hal-hal yang lama. Agar belajar menjadi efektif, guru harus
memperhatikan dirinya sendiri dan orang lain. Jadi, psikologis kognitif di
kembangkan dengan maksud membantu memahami muridnya dengan baik. Psikologi
kognitif mengembangkan sistem psikologis yang bermanfaat untuk berhubungan
dengan anak-anak dan pemuda pada saat belajar.
Teori belajar kognitif dibentuk dengan
tujuan mengkonstruksi prinsip-prinsip belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa
prosedur-prosedur yang dapat diterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan
hasil yang produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang
mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan
lingkungan psikologisnya merupakan faktor-faktor yang kait-mengait. Teori ini
dikembangkan berdasarkan tujuan yang melatarbelakangi perilaku, cita-cita, cara-cara dan bagaimana
seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam usaha untuk mencapai tujuan dirinya.
Setiap pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungan.
2.3
Teori
belajar kognitif menurut Pakar Kognitif
2.3.1
Teori belajar kognitif
menurut Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut pula
teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap perkembangan
intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin komplekslah
susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Atas dasar
pemikiran ini maka Piaget disebut-sebut
cenderung menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil
belajar berasal dari dalam individu.
Menurut Piaget, proses belajar akan
terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi
(penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau
penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke
dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian
kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (dalam Budiningsi 2012, hal.36).
Menurut Piaget, setiap anak
mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses
berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi
intelektual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan
tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang keberhasilannya
pada setiap tahap amat tergantung kepada pencapaian tahapan sebelumnya. Piaget
juga terlibat dalam pengembangan konsep skema, yaitu skema tentang bagaimana seseorang memperoleh
cara baru dalam mempersepsi lingkungannya dalam tahap-tahap perkembangan, saat
seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi secara mental.
Menurut
piaget (Wiliam Crain, 2007, 170-171) secara umum perkembangan kognitif anak
dibagi menjadi empat tahap atau periode, yaitu :
a. periode
I
kepandaian
Sensori-Motorik (dari lahir - 2 tahun). Bayi mengorganisasikan skema tindakan
fisik mereka seperti mengisap, menggenggam dan memukul untuk menghadapi dunia
yang muncul di hadapannya.
b. Periode
II
Pikiran
pra-operasional ( 2 – 7 tahun). Anak-anak belajar berpikir menggunakan
simbol-simbol dan pencitraan batiniah. Namun, pikiran mereka masih tidak
sistematis dan tidak logis. Pikiran di titik ini sangat berbeda dengan pikiran
orang dewasa.
c. Periode
III
Operasi-operasi
berpikir konkret (7 - 11 tahun). Anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir
sistematis, namun hanya ketika mereka dapat mengacu kepada objek-objek dan
aktivitas-aktivitas konkret.
d. Periode
IV
Operasi-operasi
berpikir formal
(11-dewasa). Orang muda megembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis
menurut rancangan yang murni abstrak dan hipotesis.
2.3.2
Teori belajar kognitif menurut
Jerome S. Bruner
Jerome
S. Bruner adalah imigrasi dari Polandia yang dibesarkan di New York. Bukunya
tentang pendidikan yang terlihat mendukung prinsip kognitivisme antara lain
adalah the process of education (1960), dan the culture of education (1996).
Dalam bukunya yang pertama sekali pengaruh Jean Peaget dan Lev Vygotsky.
Dasar
dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang menyatakan bahwa anak harus
berperan secara aktif saat belajar di kelas. Konsepnya adalah belajar menemukan
( discovery learnig), siswa mengorganisir bahan pelajaran yang dipelajarinya
dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal (personal
discovery), oleh setiap individu murid. Inilah tema pokok teori Bruner.
Belajar
penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model pembelajaran/belajar
kognitif yang dikembangkan oleh Bruner (1966). Menurut Bruner belajar bermakna
hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Agar belajar menjadi bermakna dan
memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi
prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekedar menerima
penjelasan dari guru saja. Gagne/Berliner, 319-320 dalam Winataputra 2008, hal.
3.18.
Bruner
yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar di mana guru harus
menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan
pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri dan melakukan
eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan adalah guru menyajikan
contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan
sendiri hubungan antar konsep. Menurut Bruner, belajar penemuan pada akhirnya
dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan
melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan
masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Dalam Winataputra (2008,
hal.3.18)
Bruner
tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis. Dasar pemikiran teorinya
memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta
informasi. Oleh karenanya, yang terpenting dalam belajar adalah cara-cara
bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasikan
yang diterimanya secara aktif. Sehubungan dengan itu, Bruner sangat memberi
perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang
diterimanya itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir pada
siswa.
Menurut
Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri
seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1)
proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan yang
diterimanya, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dalam
winataputra (2008, hal. 3.13)
Kemudian
dalam bukunya Budiningsih (2012, hal. 40-41), Bruner menandai perkembangan
kognitif manusia sebagai berikut.
a. Perkembangan
intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b. Peningkatan
pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara
realis.
c. Perkembangan
intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau
pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan
dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan diri
sendiri.
d. Interaksi
secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan
bagi perkembangan kognitifnya.
e. Bahasa
adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi
anatara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa.
Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f. Perkembangan
kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif
secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku sesorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learnig. ia mengatakan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Jika Piaget mengatakan bahwa perkembangan kognitif sangat
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan
bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitifnya.
Menurut
Bruner dalam (Budiningsi 2012, hal 41) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui
tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolik.
1) Tahap
enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya akan
menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya : gigitan, sentuhan, pegangan dan
sebagainya.
2) Tahap
ekonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui
bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3) Tahap
simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika dan sebagainya.
2.3.3
Teori belajar kognitif
menurut Robert M. Gagne
Salah
satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori
pemprosesan informasi (Information Processing Theory) yang dikemukakan Gagne. dalam
(Eveline Siregar dan Hartati Nara: 2014, hal.32-33). Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai proses
pengolahan informasi dalam otak manusia. Menurut Gagne dalam Winataputra (2008,
hal.3.43) mengatakan bahwa belajar bukan merupakan proses yang tunggal,
melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan
tingkah laku, yang merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Ia mendefinisikan
belajar sebagai seperangkat proses kognitif yang dapat mengubah sifat stimulus
dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi untuk memperoleh
kapasitas yang baru.
Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Receptor
(alat-alat indra) menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi
rangsangan neural, memberi simbol-simbol informasi yang diterimanya dan
kemudian diteruskankan kepada.
b. Sensory
register (menampung kesan-kesan sensoris) yang terdapat pada syaraf pusat,
fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi, sehingga
terbentuk suatu kebukatan perseptual (persepsi selektif). Informasi-informasi
yang masuk, sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem.
c. Short-term
memory (memori jangka pendek) menampung hasil pengolahan perseptual dan
menyimpannya. Informasi tertentu
disimpan lebih lama dan diolah untuk menentukan maknanya. Memori jangka
pendek dikenal dengan memori kerja (working memory), kapasitasnya sangat
terbatas, waktu penyimpanannya pendek.
Informasi dalam memori itu dapat diinformasikan dalam bentuk kode-kode
dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
d. Long-term
memory (memori jangka panjang), menampung hasil
pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi disimpan dalam
jangka panjang dan bertahan lama, siap
untuk dipakai bila diperlukan. Saat tranformasi informasi-informasi baru
terintegrasi dengan informasi-informasi yang tersimpan. Pengeluaran
kembali atas informasi-informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang
adalah dengan pemanggilan. Ada dua cara pemanggilan: (1) informasi mengalir
dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek dan kemudian ke response
generator; (2) informasi mengalir
langsung dari memori jangka panjang ke respon ke generator selama
pemanggilan (respons otomatis).
e. Response
generator (pencipta respons), menampung informasi dalam memori jangka panjang dan mengubahnya
menjadi reaksi jawaban.
Menurut
psikologi kognitif, reinforcement sangat penting juga dalam belajar, meskipun
alasan yang dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Menurut
psikologis behavioristik, reinforcement berfungsi sebagai penguat respons atau
tingkah laku, sementara menurut psikologi kognitif berfungsi sebagai balikan
(feedback), mengurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada pemahaman.
2.3.4
Teori Belajar Kognitif Ausubel
Teori
belajar kognitif Ausubel dikenal juga sebagai teori belajar bermakna.
Pembelajaran bermakna yaitu suatu proses mengkaitkan informasi baru
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan
belajar bermakna, informasi (pengetahuan) yang diperoleh mempunyai daya tahan
yang lebih lama. Pembelajaran di sekolah menjadi lebih efektif dan efisien.
Banyak pembelajaran di
beberapa tempat dengan menekankan pada belajar asosiatif. Pelaku pendidikan,
guru maupun siswa, lebih menekankan pada hafalan materi.Untuk beberapa
pelajaran, hal ini memang cocok, tetapi ada yang lebih bermakna dari ini
.Karena belajar seharusnya merupakan asimilasi bagi siswa. Dalam hal ini siswa
melebur dan bersatu dengan lingkungan belajarnya. Materi belajarnyapun
diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk
struktur kognitif, yaitu struktur yang terorganisasi yang terdapat dalam ingatan seseorang yang
mengintregasikan unsur-unsur pengetahuan kedalam suatu unit konseptual.
Menurut
Ausubel, sebagaimana yang dikutip oleh Harun, apa yang telah diketahui oleh
siswa merupakan faktor yang paling penting yang bisa mempengaruhi belajar.
Selanjutnya ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip itu
adalah :
1.
Advance
organizers (pengatur awal)
Organizer
tersebut diperkenalkan pada pendahuluan dari suatu pembelajaran dan juga
disajikan dengan abstraksi tingkat tinggi, secara umum dan paling inklusif (inclusiveness). Ausubel menekankan
bahwa advance organizers adalah berbeda dengan overviews (ikhtisar) dan summary (kesimpulan) yang secara
sederhana menekankan pada ide-ide kunci dan disajikan secara umum pada bagian
akhir dari suatu materi pembelajaran yang disampaikan. Organizers ini bekerja sebagai suatu jembatan atau semacam suatu pertolongan
mental pengsubsumsian anatara materi
pembelajaran yang baru dengan ide-ide yang sudah ada. Dengan kata lain,
pengatur awal ini mengatur mengarahkan siswa kemateri yang akan mereka
pelajari dan menolong mereka untuk
mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan dalam
membantu menanamkan pengetahuan yang baru.
2. Diferensiasi progresif
Selama
belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi
konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut
Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang
paling umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu,
dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari
konsep itu. Jadi, model belajar yang diusulkan Ausubel adalah dari hal umum ke
hal khusus. Oleh karena itu, dalam memberikan proses pembelajaran kepada siswa
kita harus pandai-pandai memilih mana konsep yang bersifat umum dan
superordinat dan mana konsep yang bersifat lebih khusus dan subordinat.
3. Rekonsiliasi
intregratif
Menurut Ausubel, dalam pembelajaran bukan hanya
urutan menurut diferensiasi progresif saja yang diperhatikan, melainkan juga
harus diperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti
baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih
sempit, dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatanya lebih tinggi sekarang
mengambil arti baru.
Kelebihan dari belajar bermakna
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan
dari belajar bermakna, yaitu :
1. Informasi
yang dipelajari secara bermakna akan lebih lama diingat;
2. Informasi
yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsume-subsumer,
jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip;
3. Informasi
yang dilupakan setelah subsumsiobliteratif, meninggalkan efek residual pada
subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah
terjadi peristiwa “lupa”.
2.4 Implementasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Implementasi teori
kognitif sudah banyak dilakukan. Implementasinya yaitu bahwa keaktifan alam
belajar sangat penting. Dalam pendidikan, teori ini sangat mengedepankan
keaktifan peserta didik. Disamping keaktifan, diharapkan pembelajarannyapun
bisa optimal sehingga proses asimilasi dan akomodasi antara pengetahuan dan
pengalaman akan terjadi dengan baik.
Teori belajar kognitif
menerangkan tentang bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan dan mengolahnya dalam
proses berfikir sehingga proses perkembangan yang terjadi pada diri siswa
berkembang menjadi baik. Teori belajar ini memandang bahwa belajar tidaklah
sekedar menghubungkan stimulus dan respon yang bersifat mekanistik tetapi
melibatkan kegiatan mental yang ada pada diri siswa.
Tujuan
pembelajaran serta strateginya biasa dirumuskan bersama-sama dengan melibatkan
siswa. Ini dilakukan supaya siswa aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Secara rinci, Asri Budiningsih (2012) mengemukakan prinsip-prinsip kegiatan pembelajarannya
sebagai berikut.
1. Perkembangan
kognitif siswa melalui tahap-tahap tertentu, sehingga siswa bukanlah sebagai
orang dewasa yang muda dalam berpikirnya;
2. Anak
usia prasekolah dan awal sekolah dasar akan lebih bermakna dalam pembelajaran
nyajikan menggunakan benda-benda kongrit;
3. Mengutamakan
keterlibatan siswa secara aktif supaya proses asimilasi dan akomodasi serta
pengalaman dapat berjalan dengan baik;
4. Mengaitkan
informasi baru dengan struktur kognitif siswa agar lebih menarik;
5. Menggunakan
pola tertentu dari sederhana kekompleks agar pemahaman meningkat;
6. Belajar
memahami lebih bermakna daripada belajar menghafal;
7. Memperhatikan
perbedaan individual pada siswa.
1. Menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi;
2. Kurikulum
di rancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik;
3. Latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
mengfanalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari;
4. Peserta
didik diharapkan selalu aktif dalam menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya;
5. Guru
hanyalah sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat situasi yang
kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa
Adapun
langkah-langkah pembelajarannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan
Prasetya Irawan (2001) dan dikutip oleh Asri Budiningsih (2012) adalah sebagai
berikut.
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Piaget :
1. Menetukan
tujuan pembelajaran;
2. Memilih
materi pembelajarn;
3. Menentukan
topik-topik yang dapat dipelajari secara aktif;
4. Menentukan
kegiatan belajar yang sesuai dengan topic tersebut;
5. Mengembangkan
metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpiki rsiswa;
6.
Melakukan penilaian
proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner :
1. Menentukan
tujuan pembelajaran;
2. Melakukan
identifikasi karakteristik siswa;
3. Memilih
materi pelajaran;
4. Menentukan
topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif;
5. Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa;
6. Mengatur
topik-topik pelajaran dari sederhana kekompleks;
7. Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Ausubel :
1. Menentukan
tujuan pembelajaran;
2. Melakukan
identifikasi karakteristik siswa;
3. Memilih
materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk
konsep-konsep inti;
4. Menentukan
topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan
dipelajari siswa;
5. Mempelajari
konsep-konsep inti tersebut dan mengembangkannya dalam bentuk nyata;
6. Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Kelebihan
dan kekurangan Teori Belajar Kognitif
1. Kelebihan
a. Dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah;
b. Dapat
meningkatkan motivasi;
c. Membantu
peserta didik untuk memahami bahan belajar dengan lebih mudah.
2. Kekurangan
a. Keberhasilan
pembelajaran didasarkan pada kemampuan peserta didik;
b. Pendidik
dituntut mengikuti keaktifan peserta didiknya;
c. Fasilitas
harus mendukung.
Perbedaan Behavioristik dan Kognitif
Behavioristik
|
Kognitif
|
Mementingkan pengaruh lingkungan
|
Mementingkan apa yang ada dalam
diri
|
Mementingkan bagian-bagian
|
Mementingkan fungsi kognitif
|
Hasil belajar terbentuk secara
mekanis
|
Terjadinya keseimbangan dalam
diri
|
Mementingkan pembentukan
kebiasaan
|
Mementingkan terbentuknya
struktur kognitif
|
Memecahkan masalah dengan trial
dan error
|
Didasarkan pada insight
|
BAB III
KESIMPULAN
Menurut
teori belajar konitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah (1) Membentuk hubungan
yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan
mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya; (2)
membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya, dan membantu
dirinya sendiri; (2
) mengkonstruksikan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif; (3) teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.
) mengkonstruksikan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif; (3) teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.
Teori
belajar kognitif Piaget dikenal dengan teori perkembangan kognitif. Teori
perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan mental. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.
Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin komplekslah susunan sel
sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Proses belajar akan terjadi
jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi
(penyeimbangan).
Teori
belajar kognitif Bruner dikenal dengan belajar menemukan (discovery learning).
Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal (personal
discovery), oleh setiap individu siswa. Tahapan perkembangan intelektual
menurut Bruner, yaitu enaktif, ikonik, simbolik.
Teori
belajar kognitif Gagne dikenal dengan proses penerimaan informasi dalam otak
manusia. Belajar bukan merupakan proses yang tunggal, melainkan proses yang
luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, yang
merupakan hasil dari efek kumulatif belajar.
Teori
belajar kognitif Ausubel dikenal juga sebagai teori belajar bermakna.
Pembelajaran bermakna yaitu suatu proses mengkaitkan informasi baru
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan
belajar bermakna, informasi (pengetahuan) yang diperoleh mempunyai daya tahan
yang lebih lama. Pembelajaran di sekolah menjadi lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. Artikel Penerapan Teori Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan
Pertidaksamaan Kuadrat di SMU. S
Budiningsih, C.
Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta
: Rineka Cipta
Crain, William. 2007. Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta
: pustaka belajar
Harun. Handout FPMIPA UPI
Muslim. 2009. Pada Anak Usia Sekolah 7-12.
UIN Sunan Kalijaga
Roihah,
Imalatur. Implikasi Teori Kognitif Jean
Piaget dalam Pembentukan Kepribadian.
Siregar & Nara. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor :
Ghalia Indonesia
Sujarwo.
2012. Teori Belajar dan Pembelajaran.
LPMP UNY
Suryono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Winataputra,
Udin s, dkk. 2008. Teori Belajar. Jakarta
: Universitas Terbuka
Sumberbacaan :
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar