BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hubungan bahasa dengan
masalah-masalah filsafat telah lama menjadi perhatian filsuf, bahkan sejak
zaman Yunani. Suatu perubahan penting terjadi ketika para filsuf mengetahui
bahwa berbagai masalah-masalah filsafat dapat dijelaskan melalui analisis
bahasa. Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem symbol yang tidak hanya
merupakan urutan bunyi secara empiris saja, tetapi juga memiliki makna yang
sifatnya non-empiris dam juga sebagai sarana untuk pengejawantahan pikiran
manusia dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam mencari hakikat kebenaran
dalam hidupnya.
Menurut Muhammad Khosym (2013:
14-15) dalam bahasa itu sendiri tidak luput dari masalah. Para filsuf berbeda
pendapat mengenai asal usul bahasa. Ada yang berpendapat bahwa bahasa itu
bersifat alamiah, yaitu bahasa mempunyai hubungan dengan asal usul, sumber
dalam prinsip-prinsip abadi dan tak dapat diganti diluar manusia itu sendiri
sehingga tak dapat dtolak, yang
dipelopori oleh Cratylus. Dan kemudian, ada yang berpendapat bahwa bahasa itu
bersifat konvensional, yaitu makna bahasa
diperoleh dari hasil tradisi, kebiasaan berupa “tacit agreement” yang artinya persetujuan diam-diam, yang
dipelopori oleh Hermogenes.
Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia lahir dan tumbuh dalam buaian serta pelukan bahasa. Berbahasa ibarat
menghirup udara. Setiap saat dikonsumsi
tanpa mempertanyakan dari mana asal-usulnya. Manusia mulai resah
mengenai kualitas udara tatkala ia merasakan adanya polusi yang membuat
pernapasan sesak. Hal serupa terjadi pada bahasa, contohnya ketika memasuki
wilayah pingguna bahasa berbeda, ketika informasi tidak dapat dipahami, manusia
mulai mempertanyakan apa itu bahasa dan fungsinya. Dalam makalah ini, penulis
akan menguraikan hakikat bahasa dalam kajian antologi bahasa, epistimologi
bahasa dan aksiologi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, dapat dibuat rumusan masalah dalam makalah, sebagai berikut.
1.
Apakah antologi bahasa?
2.
Apakah epistimologi bahasa?
3.
Apakah aksiologi bahasa?
1.3 Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah
diatas, dapat dibuatkan tujuan penulisan makalah ini, sebagai berikut.
1.
Memahami antologi bahasa;
2.
Memahami
epistimologi bahasa;
3.
Memahami aksiologi bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ontologi Bahasa
Menurut Muhammad Khosym (2013:36), antologi merupakan suatu
kajian yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret secara kritis. Noeng
Muhadjir (2011:63) menjelaskan antologi merupakan sesuatu kebenaran yang ada.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa antologi adalah salah satu
cabang filsafat yang mengkaji tentang sesuatu keberadaan yang ada yang bersifat
konkret secara kritis.
Menurut beberapa pakar bahasa mendefinisikan bahasa, sejalan
dengan apa yang diuraikan oleh Kridalaksana (1983) dan Djoko Kentjono (1982)
dalam Abdul Chaer (2007:32), bahwa bahasa adalah sistem lambing bunyi yang arbiter yang
digunakan oleh para anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasi diri. Kemudian kridalaksana sendiri memaparkan hakikat
bahasa berdasarkan beberapa para pakar, menjadi beberapa sifat atau ciri yang
hakiki bahasa, antara lain: (1) bahasa itu adalah sistem; (2) bahasa itu
berwujud lambang; (3) bahasa itu berupa bunyi; (4) bahasa itu bersifat
arbitrer; (5) bahasa itu bermakna; (6 ) bahasa itu bersifat konvensional; (7)
bahasa itu bersifat unik; (8) bahasa itu bersifat itu universal; (9) bahasa itu
bersifat produktif; (10) bahasa itu bervariasi; (11) bahasa itu bersifat
dinamis; (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat berinteraksi social; (13)
bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
Kalau dikaji dari beberapa hakikat bahasa di atas, manakah
yang termasuk hakikat yang keberadaannya konkret sesuai dengan kajian antologi.
Menurut Abdul Chaer (2007:31) bahwa bahasa yang berwujud konkret yang diucapkan
oleh bahasawan dari suatu bahasa
tertentu adalah berupa parole (bunyi).
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa, memberikan dua pengertian
bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal
(bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Berbeda dengan
pendapat Keraf, Walija mengungkapkan definisi bahasa ialah
komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh
Syamsuddin, Beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa
adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan
perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.
Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang
buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan.
Bahasa merupakan sebuah komunikasi antara seseorang dengan
orang lain sehingga membentuk sebuah interaksi melahirkan pemahaman antara keduanya.
Bahasa juga dapat diibaratkan sebuah remote control yang dapat menyetel manusia
tertawa, sedih, menangis lunglai, semangat dan sebagainya. Bahasa juga dapat
digunakan untuk memasukkan gagasan-gagasan ke dalam pikiran manusia. Bias kita
bayangkan seandainya kita hidup di bumi ini tanpa menggunakan bahasa, maka yang
akan terjadi adalah sikap individualis antar sesama manusia, jangankan antar
sesama, dengan makhluk lainpun kita perlu menggunakan bahasa.
Dengan bahasa, kita dapat mengetahui bahwa orang lain
tertarik dengan kita atau sebaliknya, dengan bahasa kita bias mengetahui
peradaban sebuah negara di dunia, dengan bahasa kita bias menyampaikan
informasi kepada orang lain yang membutuhkan. Maka dari itu mempelajari bahasa
itu menurut saya sangatlah penting, terutama mempelajari bahasa Indonesia.
Setidaknya sebagai warga negara Indonesia, minimal kita harus bisa
berbahasa Indonesia dengan baik.
Mengapa kita harus belajar bahasa Indonesia ? Alasannya
ialah, karena betapa pentingnya sebuah bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai di Indonesia. Kita sebagai
warga Negara Indonesia pasti sadar diri, betapa banyaknya ragam bahasa di
Indonesia. Lain daerah lain bahasa, orang Sumatera memiliki bahasa sendiri,
orang Jawa memiliki bahasa sendiri, orang Kalimantan memiliki bahasa sendiri.
Dan ragam bahasa itu menjadi kebanggaaan kita sebagai warga Negara Indonesia.
Ada
beberapa alasan, mengapa kita perlu belajar bahasa Indonesia
1) Bahasa
menunjukkan bangsa
Sebuah
ungkapan atau sebuah pepatah yang memakai 2 unsur atau kata pokok yaitu bahasa
dan bangsa. Dari dua unsur dapat disimpulkan 3 arti yaitu :
a. tabiat seseorang dapat dilihat dari
cara bertutur kata mereka
b. kesopansantunan seseorang
menunjukkan asal keluarganya.
c. bahasa yang sempurna menunjukkan
peradaban yang tinggi dari bangsa pemilik bahasa tersebut.
Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu kita harus belajar
bahasa Indonesia. Sejak kecil kita sekolah mulai dari sekolah di tingkat dasar,
menengah, atas dan sampai kuliah. Ilmu itu di ajarkan dalam bahasa Indonesia.
Kalau dulu kita belajar dari orang lain, kini giliran kita untuk mengajarkan
kepada orang lain. Bagaimana kita dapat mengajarkan kepada orang lain sedangkan
bahasa Indonesia kita berantakan. Apakah ada media lain selain bahasa tulisan
untuk kita berbagi ilmu pengetahuan ? tentu tidak, maka dari itu kita di tuntut
untuk melatih agar bahasa Indonesia kita baik dan sesuai dengan EYD. Kita tidak
dituntut 100% baik dalam EYD tetapi separuhnya juga boleh dan yang paling
penting selalu berlatih.
3) Sebelum
mempelajari struktur bahasa Asing, pelajari dulu struktur bahasa sendiri.
Jadi aneh kalau orang Indonesia bahasa Inggrisnya baik dan
struktur bahasanya bagus, tapi di kasih untuk menulis dalam bahasa Indonesia
jadi berantakan. Maka dari itu pondasi awal untuk mempelajari bahasa asing baik
itu bahasa Arab, Inggris, Jerman, Belanda, Jepang dan lain sebagainya maka dari
itu pelajari dulu struktur bahasa Indonesia dulu baru lanjut belajar strukrur
bahasa Asing. Atau setidaknya kita belajar bahasa Indonesia sebagai modal dasar
agar dalam mengartikan sebuah bahasa sesuai dengan bahasa yang di maksut
(dzauqun saliim).
B. Studi Tentang Epistimologi Bahasa
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga
membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa
memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
1) suatu sistem untuk mewakili benda,
tindakan, gagasan dan keadaan.
2) suatu peralatan yang digunakan untuk
menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain
3) suatu kesatuan sistem makna
4) suatu kode yang yang digunakan oleh
pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
5) suatu ucapan yang menepati tata
bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain.)
6) suatu sistem tuturan yang akan dapat
dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa
bahasa adalah fungsi kognisi
tertinggi dan tidak dimiliki oleh
hewan. Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik.
Unsur unsur bahasa
a. Fonem yaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang
bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan
ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/.
Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya
bahasa Jepang tidak mengenal fonem /la/
sehingga perkataan yang menggunakan fonem /la/ diganti dengan fonem /ra/.
b. Morfem yaitu unsur terkecil
dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa
Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua
morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar
penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
c. Sintaksis yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis
yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO
atau subjek-predikat-objek.
Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan
Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua
dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja
diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.
d. Semantik mempelajari arti
dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.
e. Diskurs mengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita atauliteratur.
Tahapan Perolehan
Bahasa
a. Cooing
atau berbunyi. Tahapan
ini dilakukan oleh bayi di seluruh dunia, tidak
terpengaruh pada jenis bahasa yang ada disekitarnya. Bayi yang tuna rungu pun melakukannya. Biasanya
terdiri atas bebunyian dari huruf hidup.
b. Babbling
atau bergumam. Tahapan
ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk mengeluarkan berbagai jenis fonem yang
digabung antara huruf hidup dan konsonan. Pada tahap ini suara babbling terdengar
sama pada bayi berbahasa apapun.
c. Ujaran satu
kata. Tahapan
ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk mengeluarkan fonem yang berguna pada
bahasanya, baik huruf
hidup maupun konsonan. Bayi Jepang tidak akan
mengeluarkan fonem /la/. Pada saat ini bayi mulai mengeluarkan satu kata.
d. Ujaran dua
kata dan penuturan telegrafik. Tahapan ini berlangsung pada
usia 1,5 - 2,5 tahun, dimana bayi dan balita mulai menggabungkan dua atau tiga
buah kata. Pada saat ini anak mulai belajar memahami sintaks.
e. Struktur
dasar kalimat dewasa. Tahapan
ini mulai muncul pada usia 4 tahun. Ditunjang oleh pertambahan perolehan kosa kata yang meningkat secara eksponensial
Ø Menerjemahkan bahasa
Bahasa
manusia yang berbeda-beda menyebabkan manusia mencoba untuk mengungkapkannya
dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan komputer untuk menerjemahkan satu
bahasa ke bahasa lainnya. Perangkat demikian dikenal sebagai "Mesin
Penerjemah".
Mesin
Penerjemah merupakan hal yang sangat diidam-idamkan oleh para pakar komputer
sejak awal. Pada mulanya mereka memperkirakan, bahwa hal tersebut dapat
dilakukan dengan mudah. Akan tetapi, hal tersebut ternyata sulit dalam
pelaksanaannya, sehingga para pakar komputer tersebut putus
asa. Meskipun demikian, di masa sekarang ini beberapa
perangkat penerjemah telah dijual secara komersial di
pasaran.
C. Studi Tentang Aksiologi Bahasa
Dari
kajian ontology dan epistimologi yang kita bahas sebelumnya, maka dapat kita
kaji tentang aksiologi bahasa sebagai berikut:
1. Bahasa
Nasional
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
memiliki empat fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas
nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan
(4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing.
a. Fungsi pertama mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Berdasarkan
kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Selain
itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai bidang harus selalu
kita bina dan kita tingkatkan.
b. Fungsi kedua mengindikasikan bahwa
bahasa Indonesia -sebagaimana halnya lambang lain, yaitu bendera merah putih
dan burung garuda- mau takmau suka taksuka harus diakui menjadi bagian yang
takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi, seandainya ada orang yang
kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang identitas kita ini tentu
sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita kepada orang
tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa Indonesia
dapat menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila masyarakat
bahasa Indonesia membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian dalam
bidang masing-masing.
c. Fungsi ketiga memberikan kewenangan
kepada kita berkomunikasi dengan siapa pun memakai bahasa Indonesia apabila
komunikator dan komunikan mengerti. Karena itu, kesalahpahaman dengan orang
dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai bahasa Indonesia. Melalui
fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara kita di daerah lain.
d. Fungsi keempat mengajak kita
bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki bahasa nasional yang berasal
dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam kebesaran Indonesia.
Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia boleh dan
bisa dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa Melayu.
Bahasa Jawa dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-bahasa
daerah yang ada di Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas
menjadi bahasa nasional sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya
seandainya bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional.
Mungkin saja terjadi perpecahan perang antarsuku, lalu muncul negara-negara
kecil. Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang menjadi landasan para
pemikir bangsa waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan untuk kebesaran
dan kejayaan bangsa; dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
2. Bahasa
Negara
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara
memiliki empat fungsi yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional.
Keempat fungsi bahasa negara adalah sebagai berikut: (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
a. Dalam fungsi pertama bahasa
Indonesia wajib digunakan di dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan,
baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam penulisan dokumen dan putusan
serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan.
Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
b. Fungsi kedua mengharuskan
lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Lembaga
pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi mau takmau dalam
pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Namun,
ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus) digunakan sebagai bahasa
pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
c. Fungsi ketiga mengajak kita
menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan
dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita berusaha menjelaskan sesuatu, baik
secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa Indonesia agar orang yang kita tuju
dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
d. Fungsi keempat mengingatkan kita
yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu segala ilmu yang telah kita miliki
akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan kepada saudara-saudara
kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau bahkan jika
memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu tersebut
akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa
daerah atau bahasa asing.
3. Macam
macam bahasa
Macam-Macam
dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
a. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti
bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
b. Ragam bahasa pada perorangan atau
idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s,
dan lain sebagainya.
c. Ragam bahasa pada kelompok anggota
masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek
bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan
lain sebagainya.
d. Ragam bahasa pada kelompok anggota
masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda
dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
e. Ragam bahasa pada bentuk bahasa
seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
f. Ragam bahasa pada suatu situasi
seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
g. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana
mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung
komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu
sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta
menghormati lawan bicara / target komunikasi.untuk kategori ini, kita harus
memahami betul betul makna dari ucapan maupun gerakan dari lawan bicara kita.
Sedikit saja salah dalam memahami maka akan berakibat salah
persepsi. Contohnya:
Bahasa Kepala
Bahasa Kepala
o
Condong
ke arah Anda: tertarik, setuju.
o
Menjauh
secara mendadak: curiga, tidak percaya.
o
Topang
dagu: bosan.
o
Mengangguk:
setuju.
o
Banyak
menoleh: tidak sabar, ingin menyudahi pembicaraan.
Bahasa Mata
o
60
persen menatap langsung: tertarik.
o
80
persen tatapan langsung: tertarik secara seksual.
o
100
persen tatapan langsung: perlawanan.
o
Penghindaran
tatapan: me¬nyem¬bunyikan sesuatu.
o
Lensa
mata membesar: sangat tertarik.
o
Tatapan
jatuh ke bawah dan melirik ke kiri/kanan: tertarik pada lawan jenis.
o
Lirik
kanan/kiri langsung: bosan.
o
Kedipan
cepat: tidak setuju.
Bahasa Tangan
o
Telapak
terbuka ke atas: jujur terbuka.
o
Telapak
di saku atau tertutup: menyembunyikan sesuatu.
o
Mengepal:
tegang, tidak nyaman, marah.
o
Menutup
mulut/hidung: indikasi berbohong.
o
Membentuk
kerucut: percaya diri atau yakin.
o
Tangan
di atas meja: siap untuk setuju.
o
Jari
mengetuk-ngetuk: bosan atau ingin bicara.
Gerakan Lain
o
Dada
atau pinggul didekatkan: tertarik secara seksual.
o
Kaki
mengetuk lantai: ingin bicara atau bosan.
Nada atau Kecepatan Bicara
o
Lambat
dan nada akhir turun: yakin dan menguasai.
o
Penekanan
kata: otoritatif.
o
Nada
dan kecepatan meninggi: emosi, tegang, atau menyembunyikan sesuatu.
Bahasa Penolakan
o
Kaki
atau tangan bersilang.
o
Melirik
ke kiri/kanan, kepala menoleh ke kiri atau kanan.
o
Tatapan
langsung minimal.
o
Mengetukkan
jari atau kaki. Arah kaki tidak kepada Anda.
o
Postur
tubuh tertutup.
Bahasa Keterbukaan
o
Tatapan
langsung banyak dengan lensa mata membesar.
o
Tangan
menangkup membentuk menara.
o
Arah
kaki kepada Anda.
o
Postur
tubuh terbuka.
Bahasa Siap Menerima
o
Kontak
mata lebih 60 persen dan banyak senyum lepas.
o
Tubuh
atau kepala mencondong kepada Anda.
o
Banyak
anggukan dan wajah menghadap langsung ke Anda.
o
Tangan
terbuka di atas meja.
Bahasa Curiga
o
Postur
tubuh tertutup
o
Tangan
berada di saku atau posisi menyilang.
o
Tatapan
melalui sudut mata (lirikan) berulang kali.
o
Arah
kaki menyerong.
Bahasa Tidak Jujur
o
Banyak
menatap ke samping khususnya pada bagian kata atau kalimat bohong.
o
Tangan
sering menutup mulut atau hidung, atau meraba hidung atau telinga.
o
Postur
tidak nyaman
h. Bahasa isyarat atau gesture atau
bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh.
Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli
karena mereka memiliki bahasa sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Khosym, Muhammad. 2013. Filsafat Bahasa. Bandung : Pustaka Setia
Muhadjir, Noeng.2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarasin
Smaradhipa, Galih. Bertutur dengan
Tulisan diposting dari situs www.rayakultura.com. 12/05/2005
Walija.
1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan.
Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Syamsuddin,
A.R. Sanggar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. 1986.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa#cite_note-0
http://afifulikhwan.blogspot.com/2012/12/study-tentang-ontologi-bahasa.html
di akses pada tanggal 02 oktober 2014 pukul
07.36 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar